• put your amazing slogan here!

    Pengakuan ulama besar fiqh tentang tasawwuf dan ulama sufi


    Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak
    karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun
    saya bersama Sayyidina Ja’far as-Sadiq dan mendapatkan
    ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui
    jalan yang benar”.
    Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn ‘Abideen
    said, “Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim
    an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati
    dari Ma’ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta’i, yang
    mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa
    (r), yang mendukung jalan Sufi.” Imam berkata sebelum
    meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu’man, “Jika tidak
    karena dua tahun, Nu’man (saya) telah celaka.” Itulah
    dua tahun bersama Ja’far as-Sadiq
    Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)
    Imam Malik (r): “man tassawaffa wa lam yatafaqah
    faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad
    fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq.
    (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh
    maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari
    fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang
    mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran).”
    (dalam buku ‘Ali al-Adawi dari keterangan Imam
    Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195
    Imam Shafi’i (150-205 H./767-820 CE)
    Imam Shafi’i: “Saya bersama orang sufi dan aku
    menerima 3 ilmu:
    1. mereka mengajariku bagaimana berbicara
    2. mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang
    dengan kasih dan hati lembut
    3. mereka membimbingku ke dalam jalan tasawwuf
    [Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol.
    1, p. 341.]
    Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)
    Imam Ahmad (r): “Ya walladee ‘alayka bi-jallassati
    ha’ula’i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu ‘alayna
    bikathuratil ‘ilmi wal murqaba wal khashiyyata
    waz-zuhda wa ‘uluwal himmat (Anakku jika kamu harus
    duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah
    mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam
    hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka
    memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi,” –Tanwir
    al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi). Imam Ahmad
    (r) tentang Sufi:”Aku tidak melihat orang yang lebih
    baik dari mereka” ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)
    Imam al-Muhasibi (d. 243 H./857 CE)
    Imam al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, “Umatku akan
    terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan
    menjadi kelompok yang selamat” . Dan Allah yang lebih
    mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang tasawwuf.
    Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al-Wasiya
    p. 27-32.
    Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)
    Imam al-Qushayri tentang Tasawwuf: “Allah membuat
    golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia
    mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya
    sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati
    mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih
    mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya.
    Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan
    diri dari segala hubungan dengan dunia dan
    Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam
    penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka
    Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk
    melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia
    membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan
    menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .”
    [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]
    Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)
    Imam Ghazali, hujjat ul-Islam, tentang tasawwuf:
    “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para
    pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang
    terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan
    akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati
    mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka
    sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran
    Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].
    Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)
    Dalam suratnya al-Maqasid: “Ciri jalan sufi ada 5:
    1. menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai
    dan sendiri
    2. mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata
    3. menghindari ketergantungan kepada orang lain
    4. bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit
    5. selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid
    at-Tawhid, p. 20]
    Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)
    Imam Fakhr ad-Din ar-Razi: “Jalan para sufi adalah
    mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari
    kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu
    sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat
    Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku” .”
    [Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]
    Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)
    Ibn Khaldun: “Jalan sufi adalah jalan salaf,
    ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi’een, and Tabi’
    at-Tabi’een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan
    meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia”
    [Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]
    Tajuddin as-Subki
    Mu’eed an-Na’eem, p. 190, dalam tasauf: “Semoga
    Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka
    dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga.
    Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan
    terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan
    hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang
    benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan
    menyibukkan diri dengan ibadah”. Dia berkata: “Mereka
    dalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa
    dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah
    membantu manusia.
    Jalaluddin as-Suyuti
    Dalam Ta’yad al-haqiqat al-’Aliyya, p. 57: “tasawwuf
    dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan
    terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah
    Nabi dan meninggalkan bid’ah”
    Ibn Taymiyya (661-728 H./1263-1328 CE)
    Majmaca Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo,
    Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: “Kamu harus tahu
    bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai
    petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka
    mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para
    syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran
    Allah dan ketaatan kepada Nabi.”
    Juga dalam hal 499: “Para syaikh dimana kita perlu
    mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan
    kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam
    Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai
    Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal)
    menuju Allah dan Nabi kita.
    Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim
    ibn Adham, Ma’ruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia
    al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir
    Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa’i, and Shaikh Bayazid al-
    Bistami. Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada
    510, Volume 10: “…Syaikh besar, Bayazid al-Bistami,
    dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan
    dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:” Ya Allah,
    bagaimana jalan menuju Engkau?”. Dan Allah menjawab:
    “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku”.
    Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami,
    ” Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar
    dari kulitnya”. Implisit dari kutipan ini adalah
    sebuah indikasi tentang perlunya zuhd
    (pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap
    kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid
    al-Bistami ( Mursyid Tariqah Naqshbandi).
    Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah
    menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta
    orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan
    cara menaati Allah dan Rasul saas.
    Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah Tasawwuf :
    Berikut adalah pendapat Ibn Tamiah tentang definisi
    Tasawwuf dari strained, Whether you are gold or
    gold-plated copper.” Sanai. Following is what Ibn
    Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from
    Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu’a Fatawa Ibn
    Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo:
    “Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah
    didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang
    diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang
    ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan).” “Tasawwuf adalah
    ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman.
    Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala
    sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang
    yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran
    di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya.
    Tasawwuf menjaga makna-makna yang tinggi dan
    meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk
    meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia
    terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana
    disebutkan Allah: “Dan barangsiapa yang menta’ati
    Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
    dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah,
    yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati
    syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman
    yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)” Dia melanjutkan
    mengenai Sufi,”mereka berusaha untuk menaati Allah..
    Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka
    merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena
    usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan
    kanan (ashabus-syimal).”
    Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)
    Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, “Kita menyasikan
    kebesaran orang-orang tasawwuf dalam pandangan salaf
    bagaimana yang telah disebut oleh by Sufyan ath-Thawri
    (d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad
    kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata:
    “Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733
    CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang
    kecil (riya’) dalam diri (Manazil as-Sa’ireen). Lanjut
    Ibn Qayyim:”Diantara orang terbaik adalah Sufi yang
    mempelajari fiqh”
    ‘Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab (1115-1201
    H./1703-1787 CE)
    Dari Muhammad Man ar Nu’mani’s book (p. 85), Ad- ia’at
    al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn ‘Abdul
    Wahhab: “Shaikh ‘Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn
    ‘Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: ‘Anakku
    dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu
    tasawwuf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena
    ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa
    tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk
    batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar,
    secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya
    tasauf diperlukan.”
    Dalam volume 5 dari Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab
    entitled ar-Rasa’il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal.
    12, 61, and 64 dia menyatakan: “Saya tidak pernah
    menuduh kafir Ibn ‘Arabi atau Ibn al-Fari karena
    interpretasi sufinya”
    Ibn ‘Abidin
    Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn cAbidin
    (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini
    tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka
    tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia
    mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka
    bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika
    mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka
    berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut.
    Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati
    mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].
    Shaikh Rashad Rida
    Dia berkata,”tasawwuf adalah salah satu pilar dari
    pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan
    diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari
    dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang
    tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].
    Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi
    Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the
    Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries.
    Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini
    memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan
    Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan
    dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap
    ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang
    orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh
    kepada Allah”
    “Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil
    inisiasi (baiat) ke dalam Tasawuf”
    “Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan
    dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka
    dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”
    Abul ‘Ala Mawdudi
    Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasawwuf adalah
    kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan
    Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka
    karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan
    dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul”.
    “Tasawwuf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan
    kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.”
    Ringkasnya, tasawwuf, dahulu maupun sekarang, adalah
    sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam,
    memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan
    meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu
    manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan
    demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat
    meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan
    mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari
    godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih
    mengetahui niat hamba-hamba-Nya.

    0 komentar:

    Posting Komentar

     

    Blogger news

    About

    saya

    Blogroll